DREAMERS.ID - Pembalap muda Rio Haryanto memang telah dipastikan berlaga di ajang F1 bersama Tim Manor Racing, namun masih ada kewajiban yang harus dipenuhi pemuda 23 tahun itu. Rio masih butuh dana 7 juta Euro atau Rp 130 Miliar dengan tenggat waktu Mei 2016.
Berbagai usaha dilakukan manajemen Rio dan Kementerian Perhubungan meski telah mendapat sponsor dari Pertamina sekitR Rp 75 Miliar. Bahkan, Menpora Imam Nahrawi rela gajnya dipotong demi melunasi biaya ke Tim Manor.
“Pak Menteri sudah siap potong gaji, bukan hanya potong gaji, bahkan gajinya secara penuh pun siap dikontribusikan untuk Rio. Hal ini sudah dilaporkan kepada Bapak Presiden. Presiden meminta agar hal ini tidak menimbulkan kegaduhan,” kata Gatot S Dewabroto, Kepala Komunikasi Publik Kemenpora.
Di saat yang bersamaan, Menpora juga mendorong para pejabat di lingkungan Kemenpora untuk melakukan hal yang sama. Namun karena ini bersifat appeal atau permohonan, hal ini bisa disetujui bisa tidak.
Berbagai respon langsung mencuat, terutama dari lingkungan Kemenpora. Beberapa staf PNS yang diwawancarai Poskota tidak setuju dengan keputusan menterinya itu karena merasa kekurangan biaya itu adalah urusan pihak sponsor swasta.
Baca juga: Kata Rio Haryanto Soal Jakarta Jadi Tuan Rumah Formula E, Sekaligus Bocoran Rute Sirkuitnya!
PNS lainnya beranggapan jika prestasi Rio benar bagus, harusnya banyak sponsor yang mau membiayainya dan pemerintah seharusnya bisa lebih kreatif dalam menggalang dana dengan menggandeng swasta.Di sisi lain, pengamat kebijakan publik Sofyan Effendi mengatakan pengumpulan dana sah saja namun tetap harus bersifat sukarela, karena pemotongan gaji dianggap ‘tidak etis’ karena tidak semua setuju dipotong gajinya.
Solusi lain, menurut Sofyan, adalah memanfaatkan perusahaan yang memiliki program CSR untuk menggalang dana. Namun Kemenpora memang telah melakukan usaha penggalangan dana dengan mengajukan dana kepada DPR sebesar Rp 100 Miliar, namun dimoderasi menjadi Rp 50 Miliar. Jika disetujui, Kemenpora akan menggandeng kalangan pengusaha BUMN maupun BUMS.
(rei/BBC/Kompas)