DREAMERS.ID - Pandemi virus corona atau COVID-19 seperti tidak kunjung usai. Setelah varian Delta, baru-baru ini pakar epidemiologi Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menilai varian baru Covid-19 yang lebih mematikan atau yang dikenal dengan varian super bisa muncul di Indonesia.
Hal ini dikarenakan setidaknya ada 50 ribu kasus setiap hari yang tidak berhasil terdeteksi karena jumlah tes COVID-19 masih terbatas. "Gelombang serangan Delta ini belum selesai, belum berakhir, masa krisis masih ada."
"Bahwa kita sudah melampaui puncak tapi untuk Jawa Bali secara umum iya, tapi belum selesai masa krisis ini," kata Dicky dikutip dari Detik Health.
Meski kasus COVID-19 yang dilaporkan secara resmi menurun, Dicky menyoroti angka kematian Corona di Indonesia meningkat 4,14 persen selama PPKM berjalan. Tak hanya itu, jumlah orang yang dites COVID-19 juga jauh lebih rendah dari sebelumnya.
Baca juga: Gejala Khusus COVID-19 Subvarian XB.1.16 yang Ditemukan 5 Kasus Di Jakarta
"Masa depan dari kurva kita ini, gelombang kita, pandemi kita, akan ditentukan oleh kita. Manusia, baik yang ada di masyarakat, pemerintahan, dan swasta dan lain sebagainya, perilaku manusia dan aksi intervensi manusia, 5M, 3T, vaksinasi," tegas Dicky.Lebih lanjut melansir Detik Health, Dicky menegaskan mayoritas penduduk di Indonesia, termasuk di Jawa Bali masih dalam kondisi rawan. Laju penularan COVID-19 masih sangat tinggi. Pasalnya, angka positivity rate rata-rata sejak wabah varian Delta menyerang, berada di atas 20 persen.
"Tes per-seribunya menurun dari harusnya secara nasional 1 orang dites per 1.000 populasi per minggu, ini hanya 0,4. Menurun, di tengah kondisi saat ini adalah untuk menemukan satu kasus terkonfirmasi COVID-19 hanya perlu 4 orang dites, ketemu," sebut dia.
"Itu artinya tinggi, positivity rate kita rata-rata di atas 20 persen sejak masa gelombang varian Delta ini, dan ini berbahaya," pungkasnya.
(rzlth)