Dreamers.co.id - Pulau Kemaro merupakan salah satu lokasi yang ada di Sumatera Selatan. Perjalanan ditempuh dengan menggunakan perahu ketek menyusuri sungai musi yang berarus deras. Disinilah nikmatnya perjalanan menuju Pulau Kemaro.
Pulau Kemaro ini dapat ditempuh dengan menggunakan dua alternatif transportasi. Pertama menggunakan speed boat yang memiliki mesin besar dengan harga Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu atau naik menggunakan perahu ketek yang harganya lebih murah, berkisar Rp 80 ribu hingga Rp 100 ribu namun perjalanannya lebih lama.
Menggunakan perahu ketek ternyata memiliki sensasi petualangan yang berbeda dengan speed boat, tentu saja dengan harganya yang lebih murah. Dengan menggunakan perahu ini maka perjalanan yang ditempuh dari Benteng Kuto Besak menuju Pulau kemaro mencapai kurang lebih selama 30 menit. Nah bagi Anda yang baru pertama kali naik perahu ketek di sungai Musi ini pasti akan mengalami rasa khawatir karena perahu kecil yang bergoyang ke kiri dan ke kanan ketika gelombang datang.
Lambatnya perjalanan diperahu ketek memberikan kenikmatan tersendiri untuk merasakan suasana pagi diatas sungai Musi. Anda pun disuguhkan aktivitas warga disekitar sungai maupun diatas sungai yang hal itu tidak Anda temukan didaerah lain, selain di Sungai Musi, Palembang.
Sementara itu, Pulau Kemaro atau Kemarau merupakan sebuah pulau ditengah-tengah delta Sungai Musi. Nama Kemaro didapat karena pulau ini tidak pernah banjir walaupun Sungai Musi meluap ataupun pasang.
Pulau Kemarau merupakan pulau yang sangat kental rasa Tionghoahnya. Di atas Pulau Kemarau terdapat sebuah pagoda besar, klenteng, pohon cinta, dan gundukan-gundukan tanah yang katanya adalah makam dari Siti Fatimah, Tan Bun An, dan pengawalnya.
Baca juga: akmu
Sementara itu, ada legenda yang dipercaya oleh masyarakat Tionghoa dan Palembang dari terbentuknya Pulau Kemaro tersebut. Pada sebuah prasasti batu di atas Pulau Kemato terdapat kisah seorang putrid raja bernama Siti Fatimah yang dipersunting oleh saudagar Tionghoa bernama Tan Bun An pada jaman kerajaan Palembang.
Siti Fatimah diajak kedaratan Tionghoa untuk melihat orang tua Tan Bun An setelah di sana beberapa waktu Tan Bun An beserta istri pamit pulang ke Palembang dan dihadiahi 7 (tujuh) buah guci. Sesampainya di perairan Musi dekat Pulau Kemaro, Tan Bun An mau melihat hadiah yang diberikan, begitu dibuka Tan Bun An kaget sekali isinya sawi-sawi asin.
Tanpa banyak berpikir langsung dibuangnya ke sungai, tapi guci terakhir terjatuh dan pecah di atas dek perahu layar, ternyata ada hadiah yang tersimpan di dalamnya, Tan Bun An tidak banyak berpikir ia langsung melompat ke sungai untuk mencari guci-guci tadi, sesorang pengawal juga terjun untuk membantu, melihat 2 (dua) orang tersebut tidak muncul Siti Fatimah pun ikut lompat untuk menolong, ternyata tiga-tiganya tidak muncul lagi, penduduk sekitar pulau sering mendatangi Pulau Kemarau untuk mengenang 3 (tiga) orang tersebut dan tempat tersebut dianggap sebagai tempat yang sangat keramat sekali.
Namun bagi pecinta fotografi, pagoda dan kelenteng diatas Pulau Kemarau sangat indah untuk dijadikan objek foto. Kabarnya ketika Cap Go Me, Pulau Kemarau jauh lebih indah terutama pada malam hari karena pohon-pohon rindang di pulau tersebut dihiasi lampion khas China.
Mitos Pohon Cinta
Selain kisah legenda di Pulau Kemarau juga ada mitos pohon cinta. Pohon ini merupakan pohon beringin yang cuckuptua dengan ranting yang rimbun. Konon apabila seseorang menuliskan namanya dan pasangannya diatas pohon cinta tersebut, maka jalinan cinta mereka akan semakin langgeng dan mesra. Tapi bagi yang belum memiliki pasnagan bila menuliskan namanya dan orang yang dicintainya maka suatu saat nanti meraka akan menjadi pasangan kekasih. (way)